Minggu, 17 Mei 2009

Bersekolah Tinggi Untuk Jadi Boss


"Rugi kalau bersekolah tinggi ternyata tidak dapat pekerjaan.." atau "Bersekolah tinggi supaya bisa bekerja di perusahaan A atau perusahaan B yang terkenal".Mungkin kita sering dengar ungkapan seperti itu sejak kita kecil sampai kita (mungkin) punya anak sekarang. Berapa kira-kira populasi yang beropini seperti di atas. Tidak ada penelitian yang melakukan dan mungkin jumlahnya di atas rata-rata. Bisa jadi benar, ungkapan-ungkapan di atas. Lihat saja lowongan kerja di harian-harian besar nasional. Untuk posisi-posisi "wah" seperti Supervisor, Manager, Senior Manager, Direktur, CEO dan tetek bengek diperlukan syarat-syarat yang pasti tercantum "lulusan Sarjana/Master atau bahkan overseas graduates preferably". Tapi, pernahkah kita berpikir dengan logika terbalik bahwa bersekolah tinggi untuk menjadi boss/pemilik perusahaan?Kita bergelar sarjana,master,doktor bahkan profesor untuk mendirikan perusahaan yang bisa mempekerjakan banyak orang dan membantu Pemerintah yang tak bisa mengurus pengangguran?Pernahkah kita berpikir, bahwa generasi pertama Perusahaan yang kini besar dan meraksasa juga sarjana, master,doktor atau profesor?Lihat saja sarjana-sarjana kita yang masih di usia "segar" berbaris mengular memadati Job Fair di kota-kota besar berebut pekerjaan. Mereka siap untuk melakoni aktivitas : berangkat pagi berseragam, menggerutu di tengah kemacetan, pulang malam setiap harinya dan setiap bulan menerima gaji seraya mengomel karena dirasa kurang dan yang pasti setiap hari mereka harus mengeluarkan ongkos untuk sehari-hari. Suatu perbandingan yang sama sekali tak sebanding. Income satu bulan sekali dan biaya keluar setiap hari.

Sebenarnya kita bisa jadi boss sesuai porsi kita secara proporsional. Kalau kita punya uang banyak, kita bisa membangun usaha menengah ke atas dengan risk and return yang tinggi. Tapi, kalau kita cuma punya modal menengah ke bawah kita bisa membangun UKM (usaha Kecil menengah). Jangan berpikir bahwa boss, harus selalu boss perusahaan besar macam Unilever atau Philip Morris, atau Microsoft. Jika kita punya modal gurem, kita bisa jadi boss nasi goreng gerobak atau es dawet keliling. Atau boss toko kelontong. Toh, tak sedikit orang-orang yang bergelut di usaha kecil tersebut di atas, sukses menjadi besar. Memiliki puluhan gerobak nasi goreng/es dawet dan punya puluhan karyawan bahkan naik haji lebih dari dua kali. Atau dari toko kelontong kecil menjelma menjadi toko grosir dalam beberapa tahun yang kewalahan meladeni pembeli dan memiliki beberapa armada mobil yang siap mengantar barang-barang pesanan. Dari nasi goreng/es dawet atau toko kelontong mereka bisa menafkahi keluarga, mempekerjakan karyawan, membayar listrik, air bahkan kredit-kredit domestik. Sudah waktunya mind set bahwa bekerja hanya berseragam berangkat pagi dan pulang malam diubah. Memfungsikan rumah pribadi sekaligus toko dan meladeni pembeli yang datang mengalir dari pagi sampai sore juga bekerja. Yang jadi ukuran kita bekerja adalah berkegiatan yang mendatangkan penghasilan sehingga kita bisa menafkahi keluarga dan bisa meningkatkan kualitas hidup. Lagipula dengan bekerja menjadi boss kita lebih bisa beramal shalih. Kok bisa ?Selain bisa menafkahi keluarga, kita juga bisa menolong orang lain (karyawan) sehingga keluarga mereka juga ternafkahi. Kalau saat ini kita masih belum memungkinkan untuk jadi boss (meski boss kecil) karena kondisi, bersabarlah dan tetap berusaha untuk meraihnya. Tak bisa dipungkiri kalau kondisi orang per orang berbeda dan ini perlu waktu. Yang terpenting, anda tetap fokus untuk menjadi boss karena itu adalah motivator utama yang menggerakan akal agar bekerja lebih giat, berpikir lebih cerdas dan cerdik sehingga jalan untuk menjadi boss bisa terpenuhi. Bukankah lebih indah rasanya jika kita menjadi boss meski boss nasi goreng gerobak atau toko kelontong daripada menjadi Senior Manager yang jika membuat kesalahan dikata-katai "goblog, atau maaf bangsat atau anjing" oleh atasan. Jika anda ditanya, apakah pekerjaan anda...saatnya anda bilang.."I am a business man" Bagaimana menurut Anda ?







Tidak ada komentar: