Selasa, 07 Desember 2010

3 Idiot Acts In 3 Days

3 IDIOT ACTS IN 3 DAYS
(The Valuable Lesson)
Oleh : Catur Caesaria

Sebenarnya ini terjadi sudah lama,namun aku baru menyadari dan merenungkan hikmahnya setelah membaca buku Shaid Al Khatir (Nasehat Bijak Penyejuk Iman) karya Ibnu Al Jauzi. Saat itu terjadi tahun 2000. Aku dan teman mengalami sesuatu yang konyol selama 3 hari berturut-turut. Hari pertama. Saat itu aku sedang bekerja di sebuah perusahaan di kota Sidoarjo. Aku baru bekerja beberapa bulan dan mendapatkan panggilan job interview di salah satu perusahaan di Surabaya. Sebagai manusia biasa, aku pun tertantang untuk menjawab undangan job interview tersebut dan berharap bisa diterima bekerja dan sekaligus bermimpi tempat baru memberikan segala sesuatunya lebih baik daripada tempat kerja saat itu. Saat itu, yang mendapat undangan job interview bukan hanya aku, tetapi juga rekan kerjaku lain divisi, sebut saja Totok. Dia bekerja setahun lebih lama daripada aku dan memiliki harapan sama membuncahnya denganku terhadap undangan job interview tersebut. Kami berdua mendapatkan undangan persis di hari dan jam yang sama .Jadilah kami berangkat bersama berdua dengan mengambil cuti. Kami berdua naik motor berboncengan. Singkat cerita, ternyata saya mendapat giliran lebih dahulu untuk menjalani interview. Kurang lebih 40 menit, interviewer mengajukan pertanyaan-pertanyaan standard dan spesifik. Setelah saya keluar dari ruang interview, giliran Totok masuk. Seraya memberi kode acungan jempol padaku, dia berucap “Wish Me Luck”.Aku duduk di ruang tunggu. Belum genap ku menikmati ruang tunggu yang berada di lobby mewah, tak kusangka begitu cepat Totok keluar dari ruang interview dengan muka masam ditekuk. Hampir lima menit saja dia interview. Bagiku ini pantas mendapat penghargaan dari MURI dan memecahkan rekor dunia Guiness Book World of Record. Dia bergegas menghampiriku dan berbisik,”Ayo,cepat pulang !”. Aku bengong dan menjawab pelan,”Kenapa cepat sekali ?”. Totok tak menjawab cuma menarik keras lenganku sembari memberi tanda untuk segera enyah dari kantor ini. Baru kutahu jawabnya, setelah kami berada di perjalanan pulang menuju tempat kos di pinggiran kota Surabaya. Di tengah perjalanan, Totok bercerita. Ternyata, sang interviewer adalah mantan kakak kelasnya (senior) sewaktu kuliah dulu dan Totok…sangat membencinya..sampai sekarang. Menurut Totok, mereka berdua memang ada masalah pribadi sewaktu kuliah dulu dan Totok tak bisa melupakannya alias masih menyimpan dendam. Totok memakai alasan hendak ke toilet karena sengaja ingin menyudahi interview lebih awal karena…benci. Aku hanya geleng-geleng kepala dan tak bisa memahami isi kepala Totok. Kubilang pada Totok, sebenarnya Allah sudah memberikan jalan untuk mengubah kehidupan, namun dia tidak peka dan mengutamakan egonya. Aku hanya menarik napas panjang dan berharap mereka bisa menyelesaikan problem dengan baik-baik.

Hari kedua. Pagi itu aku mendapat tugas dari boss untuk menemui seseorang di sebuah kantor di Jl. Panglima Sudirman, Surabaya. Saat itu ada beberapa staf termasuk aku yang harus menjalani tugas keluar kantor. Ada bagian purchasing yang belanja rutin peralatan dan perlengkapan kantor, ada bagian keuangan yang rutin ke beberapa bank untuk melakukan transaksi dan lainnya. Saat itu aku harus menemui seseorang dari salah satu perusahaan asuransi. Karena lalu lintas sangat ramai dan kendaraan berjalan cepat dan juga tak ingin rekan-rekan lain terlambat di tempat, aku meminta rekan driver untuk menepi saja supaya aku segera melesat menuju kantor asuransi. Aku tak ingin, driver mengantarku masuk di areal parkir kantor asuransi, sementara temanku terlambat mengerjakan job desk-nya. Singkat kata, urusanku dengan staf asuransi beres dan sesuai kesepakatan, aku menunggu rekan lain di sebelah timur Jl. Panglima Sudirman (kantor asuransi berada di sebelah barat Jl. Panglima Sudirman) dekat pertigaan antara Jl. Panglima Sudirman, Jl. Urip Sumoharjo dan Jl. Basuki Rahmad, untuk dijemput. Untuk bisa ke seberang, atau sebelah timur aku harus menyeberang di tengah arus ramai dan kencangnya laju kendaraan yang seolah tak pernah surut. Aku berada di trotoar siap menyeberang persis di zebra cross di bawah traffic light. Sembari menunggu sepinya arus kendaraan, aku bersiul membunuh jemu. Lima menit, sepuluh menit berlalu. Kutatap, rekanku sekantor masih belum nampak di seberang jalan dan arus lalu lintas belum sepi juga. Jl. Panglima Sudirman memang terkenal dengan arus kendaraan yang ramai dan lajunya yang kencang. Lima belas menit berlalu dan setengah jam pun menyergap. Aku mulai jengah dan suntuk. Arus kendaraan yang padat tak kunjung mereda. Dan herannya, tak seorangpun selain aku yang hendak menyeberang waktu itu. Aku akhirnya bertekad harus sampai ke seberang. Dengan menarik napas panjang dan menatap arus kendaraan (arus di Jl. Panglima Sudirman adalah arus satu arah, yaitu menuju selatan), happ…aku lari sekencang-kencangnyanya menuju seberang dan hasilnya aku hampir tertabrak mobil dan mendapat bonus caci maki plus sumpah serapah para pengendara. Jantungku berdetak kencang sekaligus lega karena telah sampai di seberang dan berharap teman segera menjemput. Belum mereda irama hard core dari degup jantungku menuju irama melo, ternyata ada seseorang yang mengamatiku dari tadi. Dia adalah pemilik kios rokok yang tidak jauh dari lokasiku menyeberang. Dia menyapaku ramah dan kusambut ramah pula. Katanya, aku tak perlu memforsir tenaga untuk lari menyeberang, karena di traffic light terdapat tombol untuk mengaktifkan lampu khusus penyeberang yang bergambar penyeberang jalan. Benar saja, tak lama dari perbincangan itu ada seorang ibu dan anaknya yang kira-kira masih ABG berseragam menyeberang di situ. Sang ibu menyalakan tombol untuk penyeberang jalan. Lampu menyala..dan kendaraan-kendaraan yang melaju dari utara, sontak memperlambat laju dan berhenti persis di depan zebra cross. Jadilah, sang ibu dan putrinya melenggang dengan santai menyeberang menuju sebelah barat Jl. Panglima Sudirman, dan…selamat. Saat hal itu kuceritakan ke teman-teman sekantor mereka mentertawakan ketololanku. Kata mereka itu lebih konyol dari April Mop. Beginilah jika orang gaptek (gagap teknologi) dan kuper (kurang pergaulan).

Masih hari kedua. Saat itu aku menikmati istirahat siang di kantor. Kurang lebih saat itu jam 12.20. Tak berapa lama, pengeras suara di pabrik menggema dan menyampaikan informasi bahwa aku mendapat panggilan telepon di kantor. Bergegas aku menuju ruang resepsionis sekaligus operator telepon. Ternyata si Kukuh, teman dari Malang satu almamater sewaktu kuliah yang sedang berada di Surabaya dan dalam rangka sedang mencoba mengubah nasib dengan menjalani interview di salah satu perusahaan di Surabaya. Setelah ngobrol sejenak bercampur sekejap nostalgia, ternyata dia sedang mengalami kekonyolan. Baru kutahu ternyata dia gagal menjalani interview, bukan karena tidak lolos fit and proper test atau sebab yang lain. Dia gagal karena kekonyolan nya sendiri yang kurang cepat tanggap merespons situasi kondisi dan sedikit sombong. Dia telat menghadiri job interview karena terjadi miskomunikasi. Sewaktu perusahaan menelepon dia untuk mengundang job interview, dia salah mendengar alamat perusahaan yang harus didatangi. Padahal perusahaan pun sempat menanyakan kepada Kukuh apakah dia mengerti lokasi job interview,dengan mantap namun membohongi diri sendiri dia menjawab “tahu”. Perusahaan tersebut berdomisili di Jl. Tanjungsadari, namun menurut telinga Kukuh adalah Jl.Tanjungsari. Dasar dia orang dari luar kota yang sangat tidak mengenal jalan-jalan kota Surabaya, maka begitu sampai dia di Surabaya (dia naik motor dari Malang menuju Surabaya) bertanyalah dia kepada orang-orang yang dia temui di jalan di manakah letaknya Jl. Tanjungsari. Tentu saja orang-orang yang ditemui menjawab jujur apa adanya dan menunjukkan arah di mana Jl. Tanjungsari. Sesampainya di Jl. Tanjungsari yang memang lokasi industri dan pergudangan mulailah dia bergerilya mencari perusahaan yang bakal merekrutnya. Sementara jarum jam terus melaju dengan cepat, dia tak kunjung menemukan kantor perusahaan. Saat injury time, dia baru putus asa dan mencari wartel (saat itu orang yang memiliki HP masih terbatas pada kalangan menengah ke atas) untuk menelepon perusahaan. Saat itu sudah melewati jam seharusnya dia datang untuk job interview alias terlambat. Saat itulah dia lemas dan mengetahui ternyata alamat yang benar adalah Jl. Tanjungsadari, di daerah sekitar Perak yang jaraknya kira-kira dari Jl. Tanjungsari sekitar 10 km di tengah padatnya arus lalu lintas Surabaya yang sangat kerap macet tak mengenal waktu. Kukuh pun mencoba merayu perusahaan untuk meminta “kebijaksanaan” agar dia diperkenankan mengikuti job interview meskipun terlambat. Dan hasilnya perusahaan menolak bulat-bulat dan menganggap Kukuh sebagai sosok yang tidak profesional. Kukuh menyadari kesalahannya. Kuingat betul ucapan dia yang begitu melo,”Selisih satu huruf membuat nasib tak kunjung berubah,”. Akhirnya dia kuminta mampir ke kantorku dan kusambut dia sebagaimana layaknya teman. Ya Allah, semoga dia sabar dan mampu mengambil pelajaran dari episodeMu.

Hari ketiga. Aku mendatangi tes untuk masuk salah satu perusahaan asing di Pasuruan, tepatnya di PIER (Pasuruan Industrial Estate Rembang), yaitu kawasan industri seperti halnya di Rungkut, Surabaya dengan SIER-nya (Surabaya Industrial Estate Rungkut). Aku mendapatkan panggilan via telepon seminggu sebelumnya. Ternyata jumlah peserta yang diundang hari itu cukup banyak, yaitu 17 orang. Aku pun bertemu dengan dua orang teman satu almamater dan saling berkenalan dengan peserta lain. Kami datang dari berbagai kota. Ada yang dari Surabaya, Malang, Gresik bahkan Jakarta. Ada tiga tahap tes waktu itu dan tes dilakukan satu hari penuh mulai jam 09.00 sampai jam 16.00 dengan diselingi istirahat siang. Kami dijamu dengan makanan yang enak diruang khusus yang bukan kantin. Tes terdiri dari tes tulis (psikotes, tes materi sesuai bidang yang dilamar dan membuat esai) , tes komputer dan terakhir adalah interview dalam bahasa Inggris. Seperti biasanya sebuah tes seleksi, kami diwajibkan mengisi formulir bio data yang berisi data pribadi, keluarga, riwayat pendidikan, keterampilan/keahlian dimiliki, kemampuan bahasa asing, pelatihan/kursus/training dan riwayat/pengalaman kerja sebelum memulai sesi-sesi tes. Singkat cerita, kami semua sudah sampai tahap interview/wawancara. Secara bergiliran kami dipanggil untuk menghadap interviewer dan kami menunggu di ruang meeting yang mewah. Yang sudah selesai diperbolehkan pulang, namun sebagai sesama pencari kerja kami tidak langsung pulang tetapi kami sharing dan berbagi cerita apa yang kami alami di ruang interview. Salah satu teman dari Surabaya, memiliki cerita yang paling unik dan konyol. Rata-rata dari kami tidak mahir berbahasa Inggris dan bicaranya pun belepotan dengan logat daerah masing-masing. Teman dari Surabaya menjalani interview paling cepat di antara yang lain. Dia kurang dari sepuluh menit sudah selesai dan keluar dari ruang interview. Kami yang lain menjalani interview rata-rata 30-40 menit. Saat selesai itulah dia ditanyai kami semua mengapa begitu cepat interview-nya. Dengan santai dia menjawab, bahwa dia menjawab pertanyaan-pertanyaan bahasa Inggris sang interviewer dengan bahasa Indonesia, bukannya bahasa Inggris ! Kami semua heran melihat “keluguannya”. Dia bilang pada kami bahwa dia memahami kalimat-kalimat Inggris dari mulut sang interviewer tetapi dia tak bisa menjawabnya dengan bicara Inggris. Jadilah dia menjawabnya dengan bahasa Indonesia. Yang paling konyol, saat sang interviewer ( sang interviewer sepertinya sudah geram dengan teman dari Surabaya ini) akhirnya bertanya dalam bahasa Indonesia kepada teman dari Surabaya ini,”Mengapa Saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan kami dengan bahasa Indonesia? Bukankah ini adalah job interview dalam bahasa Inggris dan sudah pula kami beritahukan saat melakukan panggilan via telepon ?” Kurang lebih begitulah pertanyaan sang interviewer. Kami pun deg-degan ingin mendengar jawaban teman dari Surabaya. Dengan enteng dia menjawab, bahwa dia tidak bisa berbahasa Inggris dan itu sudah begitu gamblang dan jelasnya di formulir bio data pada sub kemampuan berbahasa Inggris. Dengan jelas teman Surabaya mengisi pada kolom A yaitu buruk (Kolom B Cukup, C berarti Baik D berarti Mahir atau Fasih). Dan dengan tanpa beban pula teman Surabaya justru balik bertanya pada sang interviewer,”Kenapa Bapak tidak membaca dengan seksama formulir bio data saya yang sedang Bapak pegang ? Bukankah di situ dengan jelas saya memilih kolom A yang berarti kemampuan bahasa Inggris saya buruk ? Saat itulah tawa kami yang sedang menunggu giliran dan yang sudah menjalani tapi belum pulang, pecah berhamburan. Tawa kami seperti lagu medley yang tak putus-putus terus bersambung. Beberapa di antara kami bahkan ada yang sampai kesakitan perutnya. Melihat kami tertawa begitu riuh, sang teman dari Surabaya tetap nampak santai nothing to lose. Dia juga tak nampak malu atau bagaimana. Dia cuma menjawab pendek,”Aku kan mencoba jujur…” akhirnya kami bertujuh belas kompak pulang bersama dari perusahaan asing dan mampir di warung nasi tak jauh dari gapura pintu masuk PIER. Di situ kami mengobrol lebih jauh lebih bebas dan saling bertukar alamat dan telepon rumah. Alhamdulilah, ternyata kami bertujuh belas gagal semua untuk diterima, tetapi dengan job interview ini kami bisa memperluas pertemanan.

Setelah melewati usia 30 tahun, aku baru belajar merenung segala peristiwa kehidupan yang kualami. Benturan maupun nikmat dari Allah mencoba kucerna dan kupahami sejalan dengan logikaku, perasaanku, tingkat pengetahuan agamaku dan tentu saja yang sangat penting adalah berprasangka baik pada Allah. Allah punya cara kerja sendiri untuk mengelola umatNya yang tak bisa diganggu gugat dan tak sepenuhnya bisa kita mengerti. Kita hanya melakukan petunjukNya melalui kitabNya, sunnah nabi dan terus belajar ilmu bermanfaat apa saja dan pada siapa saja. Jika kita pandai bersyukur dan berprasangka baik pada Allah, maka Allah akan berlaku sama pada kita. Cuma Allah yang tahu persis takaran dan kapasitas kemampuan kita dalam mengelola hidup. Kita sendiri yang memiliki raga dan sukma sering overconfident atau malah pesimis. Kita semua sudah sesuai takaran yang ditentukan Allah dan pasti adil. Ibnu Al Jauzi, melalui Shaid Al Khatir berbagi bagaimana cara merenungkan kehidupan dan berkontemplasi melalui rambu-rambu yang benar dengan berlandaskan pada huznuzhon. Sejak membaca buku Shaid Al Khatir, aku tak ingin menyia-nyiakan segala isyarat untuk mengubah nasib dari Allah, dan belajar segala hal seperti sabda Rasulullah yang terkenal,”Belajarlah hingga ke negeri Cina”. Begitu juga dengan Henry Peter dan Lord Brougham yang berkata,“Cobalah untuk mengetahui segalanya dari sesuatu dan sesuatu dari segalanya”. Joseph Roux berkata,”Tuhan sering mengunjungi kita, tetapi kebanyakan kita sedang tidak ada di rumah”. Inilah yang sering kita lakukan, dan Ibnu al Jauzi melalui Shaid Al Khatir mencoba mengajak kita untuk sering berada di rumah untuk menerima tamu istimewa nan agung, Allah SWT.

Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U media di :
http://www.proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html

1 komentar:

sabenesaal mengatakan...

Schick Quattro Titanium Hockey Game - The Anatomy of Hockey
Schick Quattro Titanium Hockey Game - The Anatomy of Hockey tungsten titanium The Anatomy titanium glasses of Hockey citizen eco drive titanium watch is ford escape titanium 2021 an ice hockey simulation developed by Quattro, with the aim of rocket league titanium white octane